Mencermati tentang pembuangan kotoran sapi di tepi jalan
areal persawahan yang terjadi di daerah boyolali memang sangat memprihatinkan
(Suara merdeka, 23-12-09). Entah pemikiran apa yang menghinggapi peternak untuk
membuang kotoran ini pada areal terbuka dengan seenaknya. Selain menimbulkan
bau yang tidak sedap dan pandangan mata yang buruk, juga mengakibatkan
terjadinya sumber penyakit. Namun secara pasti, kotoran ini dibuang oleh
pemilik peternakan burung puyuh yang memang tersebar luas disekitar daerah Boyolali.
Sesungguhnya akar masalah pembuangan limbah ini terjadi
akibat dari proses produksi terus-menerus tanpa memiliki konsep pengelolaan
pembuangan yang baik. Cara instant untuk menyelesaikan masalah justru
menimbulkan masalah baru yang lebih berdampak luas.
Sistem kandang longyam pada ayam sebenarnya bisa menjadi
solusi bagi para peternak puyuh. Sistem ini merupakan sistem terpadu yang
memadukan usaha peternakan dengan perikanan. Kotoran dan sisa pakan ternak yang
tercecer akan jatuh kebawah sehingga berfungsi sebagai makanan bagi usaha
perikanan. dan dijadikan makan. Namun sayang, karena biaya yang dibutuhkan
untuk membangun sistem ini tidak sedikit sehingga menjadi kendala bagi peternak
dengan modal yang terbatas.
Terkait proses pembuangan kotoran secara langsung,
pemrosesan awal sebenarnya sangat diperlukan untuk mengurangi dampak negatif
yang terjadi. Tetapi nampaknya hal ini enggan dilakukan selain memberikan
tambahan pekerjaan bagi para peternak juga mengakibatkan pembengkakan untuk
ongkos pembuangan. Sehingga yang dilakukan adalah pembuangan secara sepihak
tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi.
Ide untuk membuang kotoran di tepi areal persawahan mungkin
bukan merupakan ide yang cukup buruk. Peternak berasumsi kotoran ini akan
bermanfaat bagi para petani sebagai pupuk organik. Padahal kotoran yang belum
diproses (pengomposan) justru berakibat kurang baik bagi tanaman itu sendiri.
Hal ini diakibatkan masih tersimpannya gas-gas yang tersimpan dalam kotoran dan
keluar saat terjadi pengomposaan baik anaerob maupun aerob.
Solusi mudah, murah dan berfaedah
Proses pemanfaatan kotoran puyuh sebenarnya dapat diatasi
dengan metode sedehana menggunakan proses anaerobik digestion yaitu proses
produksi biogas dari material organik dengan bantuan bakteri pengurai. Proses
degradasi material organik ini dilakukan tanpa kehadiran oksigen sehingga
secara praktis digester (reaktor) tertutup rapat tanpa adanya celah sedikitpun
untuk menghindari kehadiran oksigen.
Solusi ini sangat mudah untuk diterapakan oleh para peternak
dengan membuat satu atau dua buah lubang isian material (digester) disertai
dengan lubang pemasukan dan pengeluaran. Fungsi lubang masukan adalah untuk
memasukan kotoran kedalam lubang isian. Sementara lubang pengeluaran sebagai
pilihan dalam menguras ampas penguraian.
Selain mudah untuk diterapkan, ongkos yang dikeluarkan untuk
membangun sistem ini tidaklah seberapa. Biaya investasi tidaklah sebesar biaya
transportasi yang sering dikeluarkan oleh peternak untuk mengangkut kotoran
untuk dibuang seperti yang diungkapkan diatas. Ada beberapa pilihan digester
berkaitan dengan biaya investasi awal. Peternak dapat menggunakan drum bekas
atau tower air yang dibenamkan kedalam tanah sebagai digester dengan
mempertimbangkan harga drum maupun tower tersebut.
Apabila ingin lebih rapi dan tetap (fixed), peternak dapat
membuat digester dengan batu dan semen dengan memperhatikan penghitungan
kapasitas dari kotoran puyuh. Sistem penyimpanan (storage) dapat digabungkan
menjadi satu dengan digester atau terpisah menggunakan balon-balon plastik yang
sudah tersedia dipasaran. Dengan sistem terpisah, jumlah gas yang keluar dari
digester dapat dideteksi secara manual dengan menggelembungnya balon plastik
tersebut.
Banyak faedah yang dapat diambil dari sebuah sistem biogas
ini yitu berupa sumber energi biogas dan sludge. Biogas berupa gas metana (50%
lebih) dan sludge diambil dari ampas yang dapat digunakan pupuk.
Sumber energi gas metana yang dihasilkan melalui proses ini
dapat digunakan sebagai alternatif bahan bakar fosil untuk memasak sehingga
dapat mengurangi biaya untuk membeli bahan bakar gas (elpiji) ataupun minyak
tanah. Apabila kotoran ini memiliki jumlah yang besar maka dapat dipergunakan
sebagai pembangkit listrik mikro. Cara yang pergunakan adalah membentuk
kelompok peternak untuk pengumpulan kotoran pada satu sitem anaerobik digestion
yang terintegrasi. yaitu dengan cara memiliki bergabung.
Sludge merupakan hasil samping dari proses anaerobik
digestion. Material yang berupa padat atau cair ini dapat digunakan sebagai
pupuk karena sifatnya yang menyerupai pupuk kompos. Persamaan itu ada pada
kandungan N 1,82%, P 0,73% dan K 0,41% untuk sludge dan untuk pupuk kompos
sendiri memiliki kandungan N 1,45%, P 1,10% dan K 1,10%. Disamping itu menurut
hasil penelitian, sludge ini mengandung lebih sedikit bakteri patogen (bakteri
yang menimbulkan penyakit) sehingga aman bagi tanaman. Inilah solusi bagi masyarakat
boyolali terutama peternak puyuh untuk mendayagunakan kotoran yang tidak
bernilai menjadi bahan yang memiliki manfaat ganda. Semoga bisa mendayagunakannya.
http://frizzaquail.wordpress.com/2012/01/10/peternakan-solusi-kotoran-puyuh-sebagai-sumberenergi-melalui-proses-anaerobic-digester/
0 comments:
Post a Comment